oleh

Halal Buat Kami, Haram Buat Tuan

Suatu kisah berkarakter yang terjadi di Damaskus Syiria. Sudah lama beredar menghiasi Whats App dan media lainnya, namun tidak pernah bosan untuk dibaca walau berulang-ulang, sehingga tanpa disadari, air mata pun bercucuran karena larut dengan kisahnya.

Seorang syeikh terkemuka sekaligus ulama terkenal Makkah Arab Saudi, bernama Syeikh Abu Abdurrahman Abdullah Bin Al-Mubarak Al Hanzhali Al Marwazi, menceritakan suatu kisah yang dialaminya saat menjalani Ibadah Haji. Adapun kapan terjadinya tidak diperoleh keterangan yang jelas. Berikut kisahnya:

Seusai menjalani salah satu ritual ibadah haji, karena panasnya udara, beliau beristirahat di pojok Masjidil Haram sambil rebahan, dan rupanya beliau pun tertidur. Dalam tidurnya beliau bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Kedua Malaikat itu berdialog mengenai ibadah haji, dan siapa saja mendapatkan haji Makbul:

Malaikat yang satu bertanya, “berapa banyak jumlah Jemaah Haji tahun ini?,” tanyany a. “Ada 700 ribu jamaah,” jawab temannya. “Berapa banyak yang ibadah hajinya diterima?,” tanyanya lagi. “Tidak ada satupun,”jawab temannya. Setelah percakapan sampai di situ, Syeikh Abdullah gemetaran dan takut. “Bahwa semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan susah payah, letih, lelah menempuh perjalanan yang jauh, tetapi usaha mereka tidak mendapatkan haji yang makbul.” Sambil gemetar, beliau mendengarkan kembali dialog kedua Malaikat tersebut.

Namun ada seorang…! Meskipun ia tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima, dan seluruh dosanya telah diampuni. Dan berkat seseorang itu, sehingga Ibadah Hajinya seluruh Jama’ah Haji saat itu, diterima oleh Allah,” tutur Malaikat itu kepada temannya. “Kok bisa,” tanya temannya. “Itu Kehendak Allah,” jawabnya. “Siapa orang tersebut?,” tanyanya. “Sa’id bin Muhafah tukang sol sepatu di kota Damaskus,” jawab temannya. Mendengar itu, Syeikh Abdullah langsung terbangun dan istigfar memohon ampun kepada Allah.

Setelah proses ibadah haji selesai, maka Syeikh Abdullah tidak langsung pulang kerumah, tetapi beliau pergi ke kota Damaskus, Syria. Sampai di sana beliau langsung mencari tukang sol sepatu yang didengar dalam mimpinya.

Hampir semua tukang sol sepatu ditanyainya. “Apa memang ada tukang sol sepatu yang bernama Sa’id bin Muhafah?,” tanyanya. “Ada, di pinggir kota sana,” jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukan arahnya.

Sesampai di tempat yang dituju, Ulama terkemuka itu menemukan seseorang yang berpakain lusu dan berpenampilan sederhana. Sang Syeikh lalu bertanya, “benarkah antum bernama Sa’id bin Muhafah?,” tanya Syeikh Abdullah. “Betul… dan Tuan dari mana?,” tanya Sa’id penasaran. “Saya Syeikh Abdullah bin Mubarak,” jawab Sang Ulama.

Sa’id sangat terharu mendengar nama itu. “Tuan adalah ulama terkenal, ada apa gerangan sampai mendatangi saya?,” tanya Sa,id penuh hormat. Sejenak Syeikh Abdullah terdiam, dari harus dari mana untuk memulai bertanya. Akhirnya beliau pun menceritakan perihal mimpinya.

Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji makbul?,” tanya Syeikh Abdullah. “Wah saya sendiri tidak tahu,” jawab Sa’id. Kalau begitu, “coba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini,” pinta Syeikh Abdullah.

Maka Sa’id bin Muhafah pun bercerita; “Bahwa setiap tahun, setiap musim haji, saya selalu mendengar: Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. laa syarika laka. Ya Allah, aku datang karena panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Segala ni’mat dan puji adalah kepunyaan-Mu dan kekuasaan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.” Setiap kali mendengar itu, saya selalu menangis. “Ya Allah aku rindu Mekah. Ya Allah aku rindu melihat Kabah. Ijinkan aku datang….. Ijinkan aku datang ya Allah,” itu harapan saya yang selalu didengungkan.

Karena itu, sejak puluhan tahun, setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham dan cukup untuk berhaji.

Saya sudah siap-siap, tapi batal berangkat. Istri saya sedang hamil dan sering ngidam. Pada waktu saya hendak berangkat, dia ngidam berat. Lalu istri ku berkata, “suamiku, apakah engkau mencium aroma masakan yang nikmat itu..?. Cobalah Abang cari, siapa yang masak sehingga aromanya senikmat itu. Mintalah sedikit untukku,” pinta Sang Istri.

Sayapun mencari sumber aroma itu. Dan ternyata berasal dari gubuk yang hampir rubuh. Di dalamnya ada seorang janda dan enam orang anaknya. Saya bilang padanya, “bahwa istri saya yang sedang hamil ingin masakan yang sedang dimasak oleh ibu,” tutur saya.  Ibu itu terdiam sambil memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya.

Akhirnya dengan perlahan ia berkata: “Tidak boleh tuan,” jawabnya pelan. “Tolonglah, saya akan beli seberapapun untuk istri saya yang lagi ngidam,” desak saya. “Makanan itu tidak dijual, Tuan,” katanya sambil berlinang mata.

Akhirnya saya tanya kenapa..?. Sambil menangis, janda itu berkata. “Daging ini halal untuk kami, tapi haram untuk tuan,” katanya. Dalam hati saya: Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita Sama-sama muslim..?

Karena itu saya mendesaknya lagi. “Kenapa..?,” tanya saya penasaran. “Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat ada keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak. Bagi kami daging ini adalah Halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun untuk Tuan, daging ini haram,” tutur dia, sambil berlinangan air mata.

Mendengar ucapannya itu spontan saya menangis, lalu pamit pulang. Saya ceritakan hal itu kepada istri. Diapun menangis, dan akhirnya kamipun memasak lalu mengantarkannya ke rumah keluarga tersebut. Uang untuk Haji sebesar 350 dirham, separuhnya saya berikan kepada mereka. ”Manfaatkan uang ini dan bukalah usaha membiayai hidup keluargamu, semoga berkah,” kata saya.

“Ya Allah………disinilah Hajiku. Ya Allah…… . disinilah Makkahku.” Syeikh Said memuji Allah.

Mendengar cerita tersebut Syeikh Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *