Sukseskan Pemilu atau Tumbangkan Jokowi ? Oleh : Endang K Sobirin
Teka-teki lama yang masih menjadi misteri : duluan mana telur dengan ayam? Tentu duluan ayam, sebab ayam menghasilkan telur. Sementara itu tidak ada ayam tanpa telur?
Begitu pun halnya dengan kondisi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja.. Desakan untuk menumbangkan rezim, sama kuatnya dengan sukseskan Pemilu. Sungguh pilihan yang dilematis.
Jika Pemilu sukses, akan melahirkan presiden baru yang dapat mengubah nasib bangsa. Namun jika hasil Pemilu curang, maka kondisi Indonesia makin terpuruk. Makin sulit memilih satu diantara dua pilihan.
Desakan pemakzulan diawali dengan adanya Petisi 100, ada 100 tokoh kritis membuat petisi berisi “dosa” Jokowi. Saya ingat Petisi dg Perisi 50, dimotori Ali Sadikin dan Jendral Yasin. Meski Pak Harto tidak tumbang dengan Petisi 50, setidaknya ada yang memulai perlawanan terhadap rezim.
Desakan pemakzulan juga muncul dari Edi Mulyadi, didukung jendral purnawirawan yg kritis. Edi malah rada sinis dengan Pemilu yang menurutnya tidak bisa jurdil. Baginya, Pemilu akan melanggengkan dinasty Jokowi.
Berbeda dengan Edi, Eef Syaifullah mengajak seluruh warga ikut Pemilu. Saya akan ikut Pemilu, kate Eef, karena saya akan mengalahkan Jokowi. Saya tidak bisa memenangkan Anies atau Ganjar, tapi saya bisa mengalahkan Prabowo – Gibran.
Desakan mundur juga datang dari para advokat yang dimotori Prof. Eggi Sujana. Mereka fokus pada keaslian ijazah doktorandus dan insinyur, gelar kesarjanaan yang disandang Jokowi. Perjuangan mereka sudah sampai pada kesimpulan ijazah Jokowi palsu, sebagaimana buku “Under Cover” jilid dua-nya Bambang Tri.
Semua bergerak simultan dan masif. Jika Jokowi dimakzulkan sebelum Pemilu, khawatir Jokowi akan menggunakan undang-undang darurat yang malah akan membuatnya makin kuat. Namun jika dibiarkan Pemilu, pasti curang. Maka Prabowo – Gibran akan melanjutkan kebijakan Jokowi yang makin membuat NKRI amburadul dan ambyar.
Ada formula baru yang ditawarkan Faizal Assegaf bersama tokoh Petisi 100. Setelah saluran via DPR-RI tersumbat. Faizal mengajak semua saluran dibawa ke Mahfud MD, Menkopolhukan juga Cawapres yang sudah membuka pintu.
Sementara Pak Mahfud, sudah mewacanakan akan mundur dari jabatan bergengsinya. Fokus menjadi Cawapres, agar tidak dituding menggunakan fasilitas negara. Setidaknya dia akan mengikuti saran Pak Ganjar, Capresnya.
Memakzulkan Jokowi tentu tidak bisa dengan cara memakzulkan Gusdur yang konstitisional. Untuk mengubah komposisi Hakim Mahkamah Konstitusi yang bisa membatalkan hasil Pemilu juga bukan pekerjaan mudah. Mungkin cara yang digagas Fais Basri, meminta setidaknya 15 menteri di Kabinet Jokowi mundur.
Nyatanya, info Faisal Basri mundurnya 15 menteri juga dibantah baik oleh presiden maupun menterinya. Jadi mana lebih dulu pemakzulan apa sukses Pemilu? Sama sulitnya menentukan lebih dulu mana ayam dengan telur?