oleh

Keta’atan Mutlak Bunda Hajar & Romantisme Dari Sang Khaliq

Keta’atan Mutlak Bunda Hajar & Romantisme Dari Sang Khaliq

Nabi Ibrahim Siti Hajar dan bayinya Ismail berjalan jauh dari Palestina menuju daerah yang belum dikenal. Setibanya di tempat itu, istri serta bayi disuruh turun dan ditinggal. Ibrahim tanpa berkata kembali ke Palestin.

Di tempat tandus tanpa air dan makhluk hidup apalagi manusia, Ibrahim tinggalkan anak istrinya lalu pergi.

Siti Hajar kaget. Kenapa suaminya tega tinggalkan dia bersama bayinya, hidup di tempat tandus tidak ada manusia dan makhluk hidup lainnya?.

Tanpa berkata apa-apa, suaminya pergi. Hajar mengejar dan berteriak, “Kenapa Abi tinggalkan kami, bagaimana bisa hidup di tempat gersang tanpa air?,” ucapnya.

Ibrahim tidak peduli terus pergi. Mendengar jerit istrinya sambil berlari gendong bayi, air mata meleleh, perasaannya remuk. Namun karena terjepit antara Pengabdian dan Penetapan ia harus melakukannya.

Bunda Hajar terus berlari mengejar. Tidak terasa bayi yang baru lahir dibawa berlari. Suaranya menembus langit sambil bertanya. “Wahai Abi, apakah ini perintah Allah?” tanyanya dengan napas tersangau.

Dengan pertanyaan itu langkah Ibrahim terhenti. Bumi seolah berhenti berputar. Semua makhluk terdiam. Alam raya terpaku, menanti jawaban Ibrahim. Baru Ibrahim balikan badan. Dengan tegas menjawab “NA’AM”

Hajar berhenti mengejar. Ia terdiam lalu berkata. Ucapan Hajar sungguh mengagetkan Malaikat dan seluruh isi alam. “Jika ini perintah Allah, pergilah. Kami tidak akan khawatir pasti Allah akan menjaga dan dijamin. Pergilah…” ucap Hajar. Ibrahim pun pergi dengan perasaan lega dan patuh.

Inilah Pengabdian, bukan Pembiaran. Sebuah peristiwa romantisme. Itulah ikhlas dalam keta’atan. Ikhlas adalah wujud dari keyakinan mutlak kepada Sang Khaliq, hingga turun pertolongan. @Theowawo