Fufufafa & Penyerangan Brutal Diskusi Diaspora di Grand Kemang, Anti Klimaks
Oleh : Endang K Sobirin
Wartawan Polisi News
Fufufafa menjelang pelantikan Pragib (Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka) 20 Oktober menjadi tranding topik. Tujuannya, menggagalkan pelantikan Gibran sebagai Wapres. Pasalnya, Gibran, sebagai Wapres terpilih pada Pilpres 2024, menurut Roy Suryo dan dr. Tifa tidak layak menjadi Wapres. Gibran diyakini Roy Suryo 99,9 % adalah Fufufafa yang dalam akunnya sudah melakukan “penghinaan” terhadap Prabowo, Capres terpilih.
Tidak hanya itu, Gibran juga dinilai Roy, otaknya sudah rusak dan tidak normal. Selain melecehkan Prabowo juga membuat konten “jorok” yang tidak pantas. Roy bahkan menilai, jika dilakukan scanner pada otak Gibran terdapat kerusakan yang akut. Soal “otak kotor” bahkan sampai pada kesimpulan mengalami gangguan jiwa, pendapat Roy Suryo didukung oleh dr. Tifa.
Gelombang protes sampai pada pemakzulan dan pembatalan “kelayakan” Gibran sebagai Wapres, disuarakan banyak tokoh diberbagai podcast. “Serangan” terhadap Gibran, tentu membuat Jokowi gusar. Putra mahkota tempatnya berlindung usai lengser, terancam batal, sehingga tidak ada lagi jaminan perlindungan. Sementara ancaman “penjara” dari banyak tokoh yang akan menyeret Jokowi ke berbagai pengadilan, hampir pasti.
Ada analisa, Jokowi kemudian membuat “serangan balik” dengan membuat pengalihan isu dan berita yang spektakuler. Diskusi yang dilakukan FTA (Forum Tanah Air) menghadirkan Tokoh Nasional yang kritis terhadap rezim Jokowi di Grand Kemang Hotel, dibubarkan secara brutal oleh oknum preman. FTA yang anggotanya menyebar ke seluruh dunia, setidaknya ada di 5 (lima) Benua, menjadi viral. Sepuluh hari terakhir, mengalahkan pemberitaan Fufufafa. Sehingga banyak yg menduga dibalik penyerangan itu, ada kaitkannya dengan Ketum Partai besar yang berujung ke Jokowi.
Pemberitaan penyerangan dan pembubaran, mengungkap semua anatomi prosesnya. Mulai dari ada yang menanyakan ke panitia soal kehadiran Gatot Nurmantyo, ada demo di depan hotel yang memprotes dan menuding beberapa tokoh peserta diskusi sebagai pemecah belah persatuan bangsa, perusuh yang “ditemani” Kapolsek Mampang sebelum penyerangan, hingga penyerangan brutal mencabut backdrop, merusak properti hotel dan bermesraan dengan perusuh, saling berangkulan.
Polisi yg selalu bertindak refresif terhadap mahasiswa yang demo, ini malah berangkulan dg perusuh yang sudah jelas melakukan tindak pidana. Merusak, membubarkan, mengancam, memukul Satpam, yang menurut mantan Danjen Kopassus Mayjen (Pur) Sunarko bukan delik aduan, malah saling berangkulan.
Kapolsek didukung Kapolres yang pada awal kejadian seolah menyalahkan panitia diskusi, tidak ada ijin. Kemudian bertindak gercep, via Wakapolda Metro Jaya dengan mengumumkan telah menangkap 5 (lima) perusuh dua diantaranya tersangka, dan 11 oknum polisi termasuk Kapolsek terperiksa. Makin kuat “tekanan” nitizen sampai akhirnya Kapolri membuat pernyataan tegas, tidak mentolelir premanisme. Tersangka bertambah 1 dan oknum polisi terperiksa bertambah dari 11 menjadi 30.
Bagaimana dengan pemberitaan Fufufafa? Berhasilkah pengalihan isu berita pembubaran diskusi mengalahkan Fufufafa. Nampaknya hanya bertahan paling lama 10 hari, sementara pelantikan Pragib masih lama. Nampaknya pelantikan “Fufufafa” bakal dibatalkan.
Setidaknya dua ahli Hukum Tatanegara, Rafly Harun dan Ferry Amsari makin mendapat dukungan. Menurut mereka, prosesi Pilpres belum selesai sebelum pelantikan. Masih ada kemungkinan KPU membatalkan Gibran si”Fufufafa” karena tidak layak sebagai Wapres.
Sebagai orangtua Gibran yang masih Presiden RI, Jokowi tentu tidak akan diam, dia pasti akan melakukan “serangan balik”. Tidak mustahil, Jokowi akan mengikuti trik Pangeran Samber Nyowo yang terkenal : “Tijitibeh” mati siji mati kabeh (mati satu mati semua). Mumpung prosesi Pilpres “belum selesai” sebagai Raja Jawa, Jokowi bisa menitahkan MK dan KPU untuk mengumukan Pemenang Pillres pasangan 01.
Mungkin “serangan’ ke Jokowi reda. Bahkan, mungkin mendapat simpati. Sementara pelantikan bisa bergeser. Biar sama-sama “mati” atau hancur. Jika Gibran tak dilantik sebagai Wapres, Prabowo pun selayaknya juga tidak. Ibarat pepatah menang jadi abu, kalah jadi arang. Allahu a’lam.