oleh

Siapakah Bakal Calon Presiden Yang Ketiban Pulung di Tahun 2024?

Siapakah Bakal Calon Presiden Yang Ketiban Pulung di Tahun 2024? 

Theo Wawo 

Genderang persaingan bakal calon presiden (bacalpres) telah ditabuh. Kampanye telah dimulai. Tiga petarung mulai nampak bersaing yaitu Ganjar Pranowo, Prabowo Subiyanto dan Anis Baswedan. Mereka memburu wahyu. Mengejar pulung. Mengharapkan pitulungan dari Gusti Allah. Rame-rame laksanan berhaji melakukan ibadah dan tebar pesona. Adakah cuma mereka yang meminta pertolongan? Tidak! Hakekatnya bangsa ini juga melakukan ritus itu.

Bag pelari, masing-masing kencang mengejar kemenangan. Mereka menyodok bulan. Menggaet simpati. Menebar pesona. Berbaik-baik. Berakrab-akrab ria dengan rakyat, agar suara diberikan pada sang calon di saat coblosan tiba.

Tim sukses dibentuk di mana-mana. Masuk di segala sektor. Dari kampung dan kota, media sosial, koran, televisi, internet, hingga ke blog-blog. Semua riuh dengan itu. Mengutak-atik kejelekan lawan. Menjunjung kebaikan setinggi langit calon yang diidamkan. Akibat itu semuanya menjadi bias. Tidak jelas benar siapa yang baik dan siapa yang jelek.

Polusi kata-kata pujian pun caci-maki tidak terhindari. Muak melihat dan mendengar semua itu. Kenapa madeg sebagai pemimpin dilakukan dengan cara-cara kurang terpuji. Tidak beretika. Tidak didasarkan pada kebenaran hati. Tetapi disandarkan pada rasionalisasi Machiavelli, bahwa politik itu kekuasaan, yang untuk merengkuhnya, apa saja boleh dilakukan.

Melihat situasi ini, kegamangan meninggi. Air telah keruh. Ikan yang mau ditangkap tidak diketahui tempatnya. Ruang publik terkotak-kotak. Televisi partisan. Antar-teman dan sanak-saudara tergadai demi partai dan jago yang diusung. Nilai kemanusiaan dan kekerabatan terkoyak. Terluka, dan untuk menyembuhkannya kembali butuh waktu lama.

Rakyat seperti gabah diinteri. Batin tiap individu negeri ini dicekam kepanikan. Takut suasana yang memanas tidak berhenti pada dinamika. Tetapi embrio chaos, yang melahirkan sikap destruksi. Berkelahi lagi. Tawuran lagi. Bakar-bakaran kayak dulu lagi. Dan jatuh korban lagi.

Ketakutan itu menaik, karena didasari pemahaman, demokrasi itu berlangsung ideal jika rakyat cerdas dan rasional. Rakyat menghargai suaranya sebagai suara Tuhan. Suara penentu bagi siapa saja yang ingin tampil sebagai pemimpin. Namun adakah rakyat negeri ini cerdas dan rasional?
Lihatlah pengalaman silam. Rakyat lebih memilih yang memberi uang ketimbang yang berniat luhur mengangkat harkat dan martabatnya sebagai rakyat. Rakyat terlalu murah ‘menjual’ dirinya. Petugas pengawas dan penghitung juga idem. Jadilah pemilu koruptif. Serasa rakyat telah siap wakilnya kelak jadi koruptor. Mentransaksikan amanah demi memperkaya diri sendiri. Masih adakah harmoni?

Sebagai manusia beragama, kita haqqul yakin Gusti Allah memilihkan yang terbaik buat bangsa ini. Relijiusitas tidak terkurangi riuh-rendahnya para penjual kecap di pilpres ini. Itu karena sudah terbukti, rakyat negeri ini selalu mendapat pertolongan Yang Kuasa. Sejak merebut kemerdekaan, menyusun aturan negeri, hingga berkali-kali memasuki situasi sulit yang tak dinyana bisa teratasi.

Dalam bahasa rakyat yang lebih lugas, wahyu itu adalah pulung. Berasal dari kata ‘pitulungan’. Pertolongan Tuhan. Kendati identifikasi pulung itu sama bentuknya dengan wahyu, tetapi warnanya tidak tunggal. Tidak hanya hijau kebiruan, tetapi juga berwarna merah. Ini sebagai pengejawantahan, jika Tuhan tidak memberinya pertolongan, untuk urusan apa saja, itu sama dengan Tuhan menghukumnya. Untuk itu ada risiko yang harus dibayarkan.

Kini, tiga bakalcapres sedang sibuk berkampanye. Mereka mengerahkan segalanya. Suasana negeri ini, hari-hari ini, bak pasar yang ramai transaksi. Saling jual dan saling beli. Siapakah bakcapres yang akan ketiban pulung? Mendapat pertolongan Gusti Allah untuk membawa biduk ini ke hari depan? Sepesimis apapun kita tetap optimis, bahwa Gusti Allah akan memilihkan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini.

 

Komentar

2 komentar

Comments are closed.