oleh

Pantai Lariti Lambu Bima, Mulai Kesohor Hingga Mancanegara. Perlu Dirawat dan Ditata

POLISINEWS, SAPE – Tepat pukul 10.00 Ahad 28/01/2024. Sedang seru-serunya main catur, dikagetkan dengan berhentinya mobil Rush warna hitam yang menyapa. Diperintahnya untuk naik dan mengikuti mereka.

Bengong nggak tau akan dibawa kemana, apalagi tidak ada janji sebelumnya. Kaki kanan melangkah duluan masuk mobil dengan ucap Bismillah, Allahumma majreha dst-nya.

Di dalam mobil ada tiga Bidadari sebaya dan seorang supir tampan. Wartawan bertanya, ‘hendak kemana akan dibawa’.

Bidadari serantak menjawab “pokoknya ikut aja, nanti akan tau, ke mana kita pergi,” jawabnya. “Masa’ gak boleh nanya,” ucap wartawan sedikit ngeyel.

“Inih… cemilan enak,” sahut Bidadari seraya sodorkan sukun goreng, jagung fare keta yang digoreng renyah. “Tadi saya beli di super market,” ucapnya.

Menghargai pemberian dan bersyukur pada ridziki, jagung dimakan. Lihat dari bungkusannya, bahwa jagung tersebut produksi Sumbawa dan enak rasanya.

Cerita dalam perjalanan cukup ramai hingga masuk ke kota Sape. Eddy bersama Permaisuri sudah menunggu menggunakan mobil Avanza hitam.

Bidadari berkata, “sebelum ke Lariti kita harus makan dan sholat dzuhur lebih dulu, supaya nanti tidak repot. Pak Eddy… di mana rumah makan yang enak,” tanya.

“Di pelabuhan, di sana masakannya enak dan menunya lengkap,” jawab Eddy. Lat’s go….! Beberapa saat menunggu, tidak terlalu lama, tersajilah hidangan lezat yang bangkitkan selera.

Usai lunch, sudah menjadi hobby, lakukan foto bersama. Puas berpose ria, baru mencari masjid terdekat untuk sholat. Ketemu masjid yang sedang dibangun. Belum tersedia kamar kecil yang layak untuk wanita.

Karena itu urungkan niat dan disepakati sholat dzuhur di Lariti saja. Setiba di sana mengarah menuju mushollah. Kondisi mushollahnya sangatlah memprihatinkan. Kotor dan keterbatasan air. Karena tidak ada pilihan lain, lakukan sholat di tempat itu.

Belum ada 5 menit usai sholat datang hujan deras mengguyur tempat wisata Lariti. Alhamdulillah bagi Sape dan Lambu, karena selama ini masih jarang turun hujan.

Berteduh di saung yang boleh dikatakan, jauh dari kesan artistik indah. Disediakan oleh pemilik warung Mic dan Salon untuk karoke. Lagu-lagu era 80-an didendangkan oleh Eddy dan Dae Ndana. Jauh perjalanan tidak terasa terhibur dengan nyanyi bersama.

Hujan telah reda. Debu-debu pun tertidur lelap oleh air hujan. Para pewisata nikmati panorama alam, laut biru pasir putih dalam suasana teduh.

Matahari di ufuk barat kembali pancarkan sinar, menunjukkan bahwa hari telah sore. Saatnya untuk kembali. Selamat sore dan selamat berpisah Pantai Lariti. @HMT

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *