oleh

Ratapan Bocah di Pusara Ayah Bundanya

Ratapan Bocah di Pusara Ayah Bundanya : Oleh Theo Wawo

Untuk mengobati rasa sedih dan rindunya, hampir setiap hari Adam berziarah ke makam orang tuanya. Walau hanya berkata-kata sendiri di atas makam orang tuanya, terasa hatinya lega dan puas.

Assalamualaikum bunda. Adam tidak cengeng lagi. Kamar dan tempat tidur ayah-bunda, lemari dan meja sudah Adam bersihkan. Juga sepatu dan sandal ayah-bunda sudah Adam rapiin. Saat tidur malam, Adam tidak cengeng lagi. Di sekolah, Adam sering dikasih jajan oleh teman-teman. Juga si Dani yang dulu suka nakal, sudah baik sama Adam. Gimana kabar bunda?. Adam kangen…!” Begitu ungkapan lirih seorang bocah di kuburan ayah-bundanya yang belum lama meninggal dunia.

Maaf bunda…, Adam baru jenguk bunda lagi,” ucap Adam dengan napas tersengau menahan rindu sama orang tuanya. Adam berusaha untuk berkata-kata, walau sahutannya tidak mungkin terjawab. “Bunda apa kabar?…. Adam, ada kabar gembira buat ayah-bunda,” ucapnya setengah tersenyum.

Bocah kecil bernama Adam, ziarah ke kuburan ayah-bundanya. Di depan pusara, suara Adam tersendat oleh napas yang naik turun. Setiap ziarah, ia hendak melaporkan kabar kepada ayah-bundanya.

Adam… puasanya lancar bunda…! Kata Nenek, kalau Adam rajin sholat dan puasa, maka Allah akan bahagiakan ayah-bunda di kuburan. Dan kuburan jadi terang dan lega. Makanya puasa Adam tidak pernah batal dan selalu sholat di masjid. Adam pintar kan bunda?,” tanyanya sambil mengadu menumpahkan rasa rindunya.

Adam tidak sedih…. walau tidak dapat hadiah lebaran, kaya teman-teman Adam. Kata Nenek, Adam disayang Allah, karena tidak nakal dan tidak minta apa-apa sama nenek,” tuturnya seakan-akan mendapat respon hangat dari orang tuanya.

Adam mencurahkan semua rindu dan isi hatinya di hadapan kuburan ibunya. Terasa olehnya bahwa, ayah-bundanya sedang bersahutan dengannya. Sebagai anak kecil, tentulah merasa bahagia dengan curahannya itu.

Adam tidak lagi repotin nenek bunda…! Nenek bilang, baju Adam masih bagus, makanya nenek tidak belikan baju baru. Adam hanya memakai baju yang bunda beliin dulu,” ucapnya sambil mengelap air mata di pipinya.

Kalo bunda gimana?, apakah Allah memberikan baju baru buat bunda?,” tanyanya polos.  Adam mau nyusul bunda…. ingin bersama-sama ayah dan bunda. Adam kangen….! ucapnya sendu merindukan kedua orang tuanya.

Setelah puas mengadu dan berdialog dengan bundanya, perlahan Adam berbalik badan, menghadap batu nisan di sebelahnya.

Assalamualaikum ayah….” ucap Adam sambil bersihkan rerumputan yang mulai tumbuh di makam ayahnya. Maafkan Adam yah…. Adam belum bisa menjalankan amanat  ayah. Adam terkadang masih saja cengeng, dan mengeluh. Padahal ayah berpesan supaya Adam menjadi anak yang sabar dan tegarAdam masih sering nangis, rindu sama ayah-bunda,” ucapnya

Adam rindu yah… Rindu bermain bersama ayah. Kapan bisa diulang yah?. Adam janji, tidak minta dibelikan sepeda seperti teman-teman Adam… Yang Adam ingin hanya naik di pundak ayah, tempat ayah menggendong Adam, yang membuat Adam tertawa bahagia saat bersama. Adam janji tak akan rewel meminta apa-apa pada ayah. Asal bisa bersama ayah, Adam sudah bahagia yah, pinta Adam sambil msambil membayangkan kebahagiaan yang dulu saat masih berkumpul bersama kedua orang tuanya.

Adam masih larut dengan suasana batin ‘bertemu dan mengadu’ kepada kedua orang tuanya, sementara di langit telah terlihat awan hitam seakan turut merasakan duka seorang bocah yatim-piatu ditinggal ibu-bapaknya. Rintik gerimis mulai turun mendinginkan pesada alam, Adam pun pamit kepada kedua orang tuanya, “Adam pulang dulu ya bunda…! Ayah…! Adam janji akan sering menjenguk ayah dan bunda… Adam sayang ayah-bunda, semoga ayah-bunda bahagia,” ungkapnya sambil berdoa untuk kedua orang tuanya.