oleh

Terjanglah Walau Badai Terus Menggulung

Terjanglah Walau Badai Terus Menggulung : Theo Wawo

Seorang ibu ditemani anak²nya pulang kampung menggunakan kendaraan miliknya. Jarak tempuh daerah yang dituju sangatlah jauh. Memakan waktu dua hari dua malam.

Mereka harus mengarungi lautan, hutan belantara, lereng terjal dan bebukitan serta kali dan ngarai. Tantangan itu tidak membuat mereka pesimis, karena ada gambaran indah yang akan dituju yaitu, suasana desa yang asri, berjumpa nenek kakek, berjumpa sanak saudara, kerabat yang sekian lama dirindukan.

Sedang asyik menikmati perjalanan, membayangkan bahagia bertemu dengan sana-saudara dan indahnya suasana kampung, tiba-tiba datang angin kencang dan hujan lebat serta guntur dan petir yang menerpa, hingga banyak pepohonan tumbang yang mengganggu lajunya kendaraan.

Para pengendara lainnya sudah banyak yang berhenti dan menepi tidak berani melanjutkan perjalanan karena terpaan badai.

Dalam kondisi demikian, sang anak mengisyaratkan ke ibunya untuk berhenti karena jarak pandang sudah sangat terbatas.

Isyarat anaknya, dijawab oleh Sang Ibunya, “teruslah anakku…!” sahut Ibunya. Karna patuh, Sang anak teruskan menjalankan mobilnya pelan penuh hati-hati melewati badai yang menerpa. Untuk mengurangi ketegangan dan kekhawatiran, tidak henti²nya ia komat-kamit baca doa seingatnya, karena badai terus menerjang. Lama mereka diliputi rasa khawatir dan was-was….

Di ufuk timur mulai terlihat pancaran sinar, pertanda bahwa hujan akan segera reda, dan cuaca kembali bersahabat. Dan mereka pun berhasil keluar dari nestapa badai. Dengan rasa syukur mereka bertakbir mengagungkan asma Rabb-nya.

Setelah keluar dari bencana badai, Sang Ibu meminta anaknya yang mengendarai mobil untuk berhenti dan mencari tampat aman guna melepas lelah. Merekapun keluar dari mobilnya.

Anak sulungnya bertanya kepada Ibunya. “Kenapa sekarang setelah keluar dari badai, ibu meminta berhenti, sedangkan tadi tidak boleh ?”, tanya anaknya.

Sang Ibu dengan penuh kasih sayang menjawab. “Seandainya kita berhenti di tengah badai tadi, tentu kita akan tenggelam dalam ketidak pastian. Lihatlah di sana…, badai masih terus berkecamuk, banyak orang terjebak, sulit menentukan pilihan dari serangan badai dahsyat”, jawab Ibunya.

Setelah penjelasan dari Ibunya barulah Sang anak mengerti ‘Jangan Pernah Berhenti di Tengah Badai’ karena akan terjebak dalam ketidak pastian.

Keteladanan dan bijaknya Sang Ibu, telah menambah kekaguman dan rasa hormatnya anak² pada Ibunya. Karena mereka tahu, bahwa di atas derita dan jerih payah Ibunya hingga mereka bisa berjuang untuk meraih prestasi dan masa depan.

Kearifan dan keteladanan, Sang Ibu tidaklah diperoleh secara instan atau bim sala bim. Tetapi melalui proses sebab dan akibat yaitu pendidikan dan didikan mulia orang tua tercinta. Kenapa bisa demikian ?. Mungkin suatu takdir atau entah lah…!

Tapi yang jelas…, sebab karena itu lah sehingga timbul kekuatan dan ketegaran dalam menjalani hidup, walau kerap dicibir, difitnah, dan menjadi objek bagi penggiat gibah.

Kesemuanya itu tidak menjadikan apatis apalagi putus asa. Sebab di depan sana ada impian indah yang disediakan Tuhan untuk hambaNya yang bersabar dan tawakal.

Kegigihan Sang Ibu yang tidak pernah berhenti, merupakan landasan pacu, yang mengangkat spirit mencapai prestasi hingga berakhir dengan senyum syukur.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *