oleh

Jangan Tunggu Orang Tua Wafat, Baru Menyesal

Seorang anak lunglai lemas saat kepergian ibunya dipanggil Tuhan. Isak tangis sedu sedan hampir tanpa henti larut dalam kesedihan. Ia benar-benar rasakan bagaimana hidup tanpa seorang ibu. Kini ia sadar dan menyesal akan semua itu.

Dulu banyak tetangga yang tahu, bagaiman anak itu melawan dan Bertengkar dengan ibunya. Usai bertengkar ia minggat beberapa hari meninggalkan rumah.

Pada kali sekian, usai bertengkar dengan ibunya ia kabur dan berjalan tanpa arah tujuan. Kepergiannya saat itu, ternyata ia tidak membahwa uang sama sekali.

Dia baru sadar saat perut lapar dicarinya uang di dompet, ternyata tidak cukup untuk membeli sebungkus nasi.

Ia berjalan gontai lemas melewati sebuah warung makan. Rasa lapar dan ingin makan sudah pada puncaknya. Dia lama berdiri di depan warung itu.

Pemilik warung melihat anak itu lalu ditegurnya “Nak, apakah kamu ingin memesan nasi?” tanya pemilik warung. “Ya, tapi saya tidak punya uang,” jawabnya malu. “Tidak apa-apa, saya akan mentraktirmu,” jawab pemilik warung. Anak itu pun mendapatkan makanan, lalu disantapnya dengan lahap.

Usai santap, air mata anak itu berlinang, lalu pemilik warung bertanya. “Ada apa Nak?” tanyanya. “Tidak apa-apa, saya hanya terharu karena seorang yang baru kukenal memberiku makanan pada saat saya benar-benar butuhkan, sedangkan ibuku telah mengusirku dari rumah. Namun anda seseorang yang baru kukenal tapi begitu peduli dan pengasih padaku,” jawabnya memuji kebaikan pemilik warung dan menghina ibunya.

Pemilik warung itu sontak berkata “Nak, kenapa berpikir begitu..?” Renungkan baik-baik. Saya hanya memberimu sepiring nasi dan lauk, dan kamu begitu terharu, sedangkan ibumu telah memasak dan memberimu makan sudah sekian tahun hingga kamu dewasa, “harusnya kamu berterima kasih kepada ibu bapakmu,” tutur pemilik warung tegas.

Anak itu kaget mendengar hal tersebut. Dalam hatinya berkata, “mengapa aku harus dikuasai emosi dan ego?.
Untuk sepiring nasi begitu besar terima kasihku, tetapi terhadap ibu dan orang tuaku yang bersusah payah merawat dan membesarkanku, aku tak pernah berterima kasih” bergelora kesadarannya dalam jiwanya.

Mendapatkan teguran dari pemilik warung, anak itu berpikir dan mengingat-ingat kebaikan orang tuanya, pahit getir dalam mengurus dan membesarkan anak-anaknya.

Berkecamuk dalam pemikirannya, kebaikan dan teguran pemilik warung, bertengkarnya dengan orang tuanya, serta masa-masa indah bersama keluarga. Kesemua itu mengembalikan kesadarannya untuk pulang ke rumahnya.

Kasih Sayang Orang Tua Tidak Pernah Luntur
Begitu sampai di pintu rumah, ia melihat wajah ibunya cemas. Sementara ibunya, ketika lihat anaknya kembali, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya “Nak.. cepat masuk, ibu telah siapkan makan malam kesukaanmu. Ayo kita makan rame-rame, tuturnya penuh kasih sayang.

Mendengar hal itu, si anak tidak dapat menahan tangisnya dan menangis di hadapan ibunya sambil minta maaf.

Wahai saudaraku…!
Cintai dan sayangilah orang tua kita…!
Jangan menunggu mereka telah tiada, baru kita tangis menyesal.

.